Saturday, December 10

KRISIS GLOBAL AMERIKA

Menjadi negara super power tunggal, ternyata tidak serta merta menjadikan Amerika Serikat semakin kuat. Fenomena keruntuhan justru membayangi negeri paman sam itu, akibat krisis ekonomi global, yang dipicu krisis ekonomi Amerika Serikat. Tidak mustahil Amerika Serikat akan rutuh seperti Uni Soviet jika tidak mampu mengendalikan.


Krisis Amerika di picu oleh kebijakan Presiden George W. Bush yang terlalu ambisius melakukan perang melawan terorisme, sehingga perhitungan secara ekonomi meleset. Sebagai negara yang cukup lama mapan dengan pendapatan perkapita yamg tinggi, rakyat Amerika Serikat terbiasa hidup makmur. Namun, menikmati kemakmuran yangtidak tekendali kemudian menumbuhkan budaya konsumerisme. Budaya terakhir inilah yang kemudian mendorong Amerika Serikat untuk melakukan eksploitasi terhadap negara-negara lain, khususnya dunia ketiga. Bersama dengan negara Uni Eropa, Amerika Serikat melakukan penaklukan.

Krisis ekonomi Amerika Serikat (AS) sangat berdampak terhadap masyarakat khususnya tenaga kerja. Departemen Tenaga Kerja AS baru saja mengumumkan jumlah pengangguran mencapai 6,1 persen jauh lebih tinggi dari prediksi yang diakibatkan krisis AS.

Jumlah ini meningkat menyusul Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ribuan tenaga kerja akibat krisis ekonomi.Perubahan tingkat strategi kebijakan DPR AS terhadap paket kebijakan penyelamatan ekonomi atau RUU Bailout dengan dana sebesar US$ 700 miliar ternyata belum mendongkrak kepercayaan pasar.

Fase persetujuan DPR atas RUU Bailout, harga saham- saham di pasar New York justru melemah, pasar belum yakin RUU Bailout mampu mencegah terjadinya krisis.Kalangan investor masih meragukan resolusi RUU Bailout bisa menggairahkan industri keuangan dan visa kredit. Reaksi negatif muncul umumnya disebabkan meningkatnya angka pengangguran.

Sebelumnya DPR AS sempat menolak RUU yang sama dengan alasan pasar uang yang harus menyelesaikan krisis financial ini. Gagalnya RUU Bailout di tangan DPR AS mengakibatkan Indeks Dow Jones mengalami penurunan 777 poin, penurunan ini menurut data pasar uang AS adalah penurunan terbesar dalam waktu 1 hari, untuk itulah Presiden Bush langsung menenangkan pasar dengan menekankan bahwa pintu penyelamatan ekonomi AS tertutup.Hingga akhirnya DPR AS menyetujui RUU Bailout tersebut. Senator Barack Obama yang kini menjadi calon presiden dari Partai Demokrat adalah salah satu senator yang menyetujui RUU tersebut.
Persetujuan Senat tersebut disertai beberapa perubahan mencapai kelonggaran pada gaji perorangan dan usaha kecil serta menaikkan batas tabungan masyarakat yang dijamin pemerintah dari 100 ribu dolar menjadi 250 ribu dolar. Dan perubahan ini pun menghasilkan dukungan lintas partai di DPR.Begitu juga dengan negara Eropa seperti Prancis langsung memompa dana lebih dari 8,5 miliar dolar, dan pemerintah Irlandia juga menempatkan jaminan tanpa batas.

Selain berdampak bagi amerika itu sendiri krisis global juga berdampak bagi Indonesia. Sudah banyak diberitakan di berbagai media massa, krisis keuangan global itu berdampak terhadap pasar saham Indonesia.Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia terkoreksi sangat tajam ke level 1.400-1.500 dibandingkan puncaknya pada level 2.800 pada akhir 2007.Dari sisi perdagangan luar negeri, Indonesia harus segera mengantisipasi pelemahan ekspor, baik harga maupun permintaan (volume). Harga berbagai komoditas ekspor utama Indonesia seperti minyak sawit mentah (CPO),minyak bumi, hasil-hasil perkebunan dan pertambangan turun cukup signifikan (dalam beberapa kasus sampai lebih dari 50%).

Permintaan terhadap komoditas serta barang ekspor nonmigas yang berupa barang manufaktur Indonesia juga mulai menunjukkan penurunan. Mulai banyak diberitakan adanya cancellation atau pengurangan order untuk sisa order tahun 2008. Hal ini mulai dirasakan untuk alas kaki, tekstil,garmen,kerajinan tangan,dan mebel. Pengurangan permintaan ini kemungkinan berlanjut hingga 2009, khususnya untuk tujuan pasar yang sedang terkena krisis ekonomi seperti Amerika, Eropa, dan Jepang.

Ketua Umum Kadin Indonesia MS Hidayat memperkirakan 2 sampai 3 tahun ke depan AS harus kerja keras untuk mengatasi krisis perekonomiannya. Menurutnya, dunia usaha dan pemerintah Indonesia harus segera mencari pasar alternatif, sehingga produk ekspor tidak terganggu.

Menurut MS Hidayat kinerja ekspor Indonesia akan terpengaruh, akan menurun meski pun AS bukan tujuan ekspor terbesar tetapi ekspor utama seperti tekstil dan garmen, produk-produk pertanian yang menjadi koridor intensif industri padat karya, tentu akan berpengaruh dan harus ditanggulangi dengan cara klasifikasi market.

Sementara Ekonom UGM Sri Adiningsih menilai sampai sejauh ini pemerintah Indonesia belum mempunyai langkah strategis untuk mengantisipasi dampak krisis financial AS, padahal jika krisis financial AS tidak segera teratasi maka dampaknya terhadap perekonomian Indonesia bisa lebih buruk dibanding krisis ekonomi tahun 1998. Sri Adiningsih kuatir, karena pasar keuangan Indonesia yang beberapa tahun terakhir ini banyak didukung oleh dana jangka pendek sementara kita tau bahwa dana jangka pendek internasional menurut pengamatannya itu di atas US$ 50 miliar sehingga kalau tidak hati-hati terhadap arus balik tentunya dampaknya akan merusak sekali

Ini saatnya bagi dunia usaha Indonesia untuk lebih memanfaatkan peluang pasar domestik, melakukan diversifikasi pasar dan produk usaha.Perusahaanperusahaan yang akan survive adalah perusahaan-perusahaan dengan pasar yang terdiversifikasi antara pasar domestik dan ekspor.Diversifikasi pasar ekspor perlu terus dilakukan dengan memanfaatkan peluang pasar-pasar nontradisional Indonesia seperti negara-negara Eropa Timur dan Timur Tengah.Selain itu pengusaha harus meningkatkan daya saing produk serta melakukan diversifikasi jenis produk.

Pengusaha harus semakin kreatif mengantisipasi dampak krisis keuangan global ini. Tidak kalah pentingnya bagi pengusaha adalah menjaga hubungan industrial tetap kondusif.Manajemen perusahaan dan serikat pekerja harus mulai mengantisipasi permasalahan perburuhan yang akan muncul seperti ancaman PHK, pengurangan jam kerja, pengurangan upah/ gaji, penggunaan tenaga kerja kontrak dan outsourcing.

Dapat kita simpulakan bahwa krisis global tidak hanya berdampak pada negara Amerika Serikat saja tetapi juga Indonesia. Hal inilah yang menjadi pemicu terjadinya pengangguran secara besar-besaran, baik itu yang melanda Amerika Serikat maupun Indonesia. Hal ililah yang menjadi masalah besar bagi kedua negara tersebut. Seperti yang kita ketahui, bahwa Amerika Serikat menganut sistem ekonomi kapitalis yang bararti  negara berperan penting dalam semua kegiatan perekonomian tersebut.

Menurut kabar yang saya terima dari berbagai media baik itu media elektronik maupun cetak, krisis global terjadi akibat macetnya pembayaran sewa perumahan sehingga negara kurang menerima masukan dana dari masyarakat, sehingga negara mengalami kerugian yang amat besar. Untuk menutupi kerugian tersebut negara melakukan penurunan harga saham yang turun drastis hingga harga saham tersebut bernilai nol.

Dari kejadian itu banyak bank-bank besar di Amerika Serikat mengalami kebangkrutan, misalnya Lehman Brother Holdings Inc. yang merupakan bank insvestasi terbesar ke empat di Amerika Serikat akibatnya menimbulkan kegoncangn dibelahan dunia termasuk Indonesia. Bak efek domino krisisi seketika menjalar keseluruh penjuru dunia. Saham-saham dipasar modal mengalami terjun bebas. Di Indonesia, BEI beberapa kali men-suspend perdagangan saham, hal ini dilakukan karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun tajam sebesar 168,052 poin menjadi 1.451,669.

Sementara itu di tengah trend beberapa negara maju yang menurunkan tingkat suku bunga, pemerintah Indonesia berdasarkan arahan IMF justru kembali menaikan BI Rate hingga menyentuh 9,50. Sudah barang tentu hal tersebut akan melumpuhkan sector riil. Dengfan luympuhnya sector riil ancaman peningkatan pengangguran karena PHK ki8an menghantui Indonesia.

Kendati Rancangan Undang-Undang (RUU) Bailout (talangan) sebesar 700 miliar dolar Amerika Serikat telah disetujui, namun tidak ada jaminan penuh bahwa pasar keuangan global akan kembali stabil.

Mantan Gubernur Bank Sentral (The Fed) menyebutkan bahwa krisis global yang malanda Amerika Serikat saat ini merupakan krisis berulang sekali dalam pertengahan dalam satu abad.


Dampak lain dari krisis financial ini andalah bursa saham dunia, termasuk Asia berjatuh menyusul kondisi serupa yang dialami bursa saham Wall Street di Amerika Serikat. Kondis ini terjadi akibat kekhawatiran terhadap perekonomian Amerika yang semakin tidak jelas, maski Senat telah memberikan restu untuk rencana bail lout.

Selain Wall Street, bursa-bursa utama dunia lainnya merosot, pelemahan Wall Street menyebabkan bursa-bursa regional ikut melemah. Indeks saham Taiwan, Singapura, Australia dan Jepang turun dan ikut barjatuhan. Hal itu juga menimmpa bursa efek Indonesia menurun dan sempat ditutup. 

Peristiwa ini manunjukan efek domino krisis yang begitu kuat. Ekonomi Amerika Serikat sudah terlalu parah sehingga apapun tindakan pemerintah tidak dipercaya investor. Akibatnya yang terjadi adalah kepanikan. Bagaimanapun investor kini memerlukan likuid dalam waktu segera untuk menutupi kerugiannya. Maka jalan yang tercepat adalh menjual sahamnya dilantai bursa. Akibatnya rupiah melemah, inflasi meninggi.

Indonesia yang pada saat ini mengandalkan pemasukan devisa dari bea cukai ekspor ke Amerika Serikat sementara ini harus menghentikan pengiriman karena Importir-importir dari Amerika Serikat sekarang ini mulai mengurangi barang-barang  impor yamg berasal dari Indonesia. Akibatnya industri-industri di Indonesia misalnya Industri tekstil, yang saat ini mangalami penurunan omzet.

Hal ini sangat dirasakan  sekali oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia, sehingga banyak para eksportir yang menghentikan kegiatannya tersebut dan pemerintah pun mengalami penurunan pemasukan devisa

Diantara beberapa isu yang mengemuka sepanjang tahun 2008, nampak isu tentang kondisi perekonomian Indonesia mendapatkan perhatian yang lebih. Mengapa, karena para ekonom berpandangn bahwa dinamika serta hambatan yang mengganjal kinerja ekonomi ditahun 2008 dianggap sebagai cobaan terberat semenjak 1998.

Krisis tahun ini memang telah memakan banyak tumbal, pemerintah Jepang dan Jerman beberapa waktu yang lalu telah memploklamirkan perihal resensi yang dialami negaranya, padahal kedua negara tersebut merupakan negara tujuan ekspor Indonesia. Indonesia, menurut Revrisond Baswir, ekonom asal UGM, kendati pun belum mengalami resesi bahkan terkategori sebagai emerging market pada KTT G20 yang lalu namun Indonesia tinggal menunggu waktu untuk menuju fase resensi

Indonesia jelas tidak mau lagi mengalami krismon seperti yang terjadi pada tahun 1997 – 1998. Betapa banyak kerugian yang ditimbulkan, banyak perusahaan pailit, PHK terjadi dimana-mana. Tak heran jika krismon menjalar menjadi krisis multidimensi.

Bayang-bayng krisis Amerika Serikat memang semakin mendekat, berbeda dengan 10 tahun yang lalu. Dengan demikian presiden menjamin bahwa krisis moneter tidak akan terjadi lagi di Indonesia.

Lain halnya dengan Al-Qaeda, Irak dan Iran mampu mamanfaatkan krisis Amerika Serikat dengan manikmati keleluasaan bergerak. Indonesia tidak boleh melewatkan momentum untuk bangkit, bukan malah ikut terpuruk akibat sentiment ekonomi mereka yang mamburuk. Caranya Indonesia harus kembali membangun komitmen dan fundamental ekonomi yang lebih kokoh, bukan sekedar menjadi sub dari negara lain. Maka yang harus kita lakukan sebetulnya memperkuat iklim invetasi langsung untuk penanaman modal dari negeri maupun dari luar negeri.  

Bila kita membedah sekelumit masalah terkait krisi yang terjadi berulang kali ini, maka kita akan mendapati bahwa akar permasalahan utamanya terletak pada riba dan judi. Kasus non-perfoming loan, kreditor tidak lagi mampu membayar cicilan hutang akibat riba yang berakumulasi, yang terjadi di Amerika Serikat telah mengajari kita untuk kesekian kalinya bahwa riba akan menjadi boomerang yang akan balik menyerang perekonomian dan menyengsarakan masyarakat.

Padahal 14 tahun yang lalu Allah SWT mengharamkan praktek riba, Orang- orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal AAlah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. “ Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari8 mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang halangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba) , maka orang itu adalah penghunghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS 2:275).  

No comments:

Post a Comment